UU ini diundangkan tanggal 4 Juni 2009,
semasa Presiden SBY. Terdiri dari 15 bab dan 99 pasal. Dalam bagian Menimbang
disampaikan bahwa hewan sebagai karunia dan amanat Tuhan Yang Maha Esa
mempunyai peranan penting dalam penyediaan pangan asal hewan dan hasil hewan lainnya
serta jasa bagi manusia yang pemanfaatannya perlu diarahkan untuk kesejahteraan
masyarakat. Lalu, untuk mencapai maksud tersebut perlu diselenggarakan
kesehatan hewan yang melindungi kesehatan manusia dan hewan beserta
ekosistemnya sebagai prasyarat terselenggaranya peternakan yang maju, berdaya
saing, dan berkelanjutan serta penyediaan pangan yang aman, sehat, utuh, dan
halal sehingga perlu didayagunakan untuk kemakmuran dan kesejahteraan
masyarakat
UU ini bertujuan:
- mengelola sumber daya hewan secara bermartabat, bertanggung jawab, dan berkelanjutan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat;
- mencukupi kebutuhan pangan, barang, dan jasa asal hewan secara mandiri, berdaya saing, dan berkelanjutan bagi peningkatan kesejahteraan peternak dan masyarakat menuju pencapaian ketahanan pangan nasional;
- melindungi, mengamankan, dan/atau menjamin wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dari ancaman yang dapat mengganggu kesehatan atau kehidupan manusia, hewan, tumbuhan, dan lingkungan;
- mengembangkan sumber daya hewan bagi kesejahteraan peternak dan masyarakat; dan
- memberi kepastian hukum dan kepastian berusaha dalam bidang peternakan dan kesehatan hewan.
UU ini mengatur penyelenggaraan urusan
peternakan dan kesehatan hewan secra komprehensif yang meliputi sumberdaya, budidaya ternak, panen, pasca
panen, dan pemasaran, kesehatan hewan, kesehatan masyarakat veteriner, dan
pemberdayaan peternak. Hal-hal pokok
yang diamanatkan berkenaan dengan: (a) penyediaan dan pengembangan benih,
bibit, dan/atau bakalan dilakukan dengan mengutamakan produksi dalam negeri dan
kemampuan ekonomi kerakyatan; (b) usaha peternakan dikembangkan dengan pola
integrasi dengan tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, perikanan, dan
kehutanan; (c) pengeluaran hewan atau ternak dan produk hewan ke luar negeri
dapat dilakukan apabila produksi dan pasokan di dalam negeri telah mencukupi;
(d) pemasukan ternak dan produk hewan dari luar negeri dapat dilakukan apabila
produksi dan pasokan ternak dan produk hewan di dalam negeri belum mencukupi; (e)
dalam rangka menjamin produk hewan asal dalam dan luar negeri yang aman, sehat,
utuh, dan halal Pemerintah dan Pemerintah Daerah berkewajiban melaksanakan
pengawasan, pemeriksaan, pengujian, standardisasi, sertifikasi, dan registrasi
produk Hewan.
Pemberdayaan peternak menjadi bagian penting disini.
Pemberdayaan dilakukan dengan memberikan kemudahan bagi kemajuan usaha
peternakan dan kesehatan hewan serta peningkatan daya saing, meliputi:
meningkatkan akses pembiayaan, permodalan, ilmu pengetahuan dan teknologi,
serta informasi; pelayanan peternakan, kesehatan hewan, dan bantuan teknik;
menghindari ekonomi biaya tinggi; pembinaan kemitraan; penciptaan iklim usaha
yang kondusif; pemanfaatan sumber daya peternakan dan kesehatan hewan dalam
negeri; fasilitasi pembentukan kawasan peternakan; fasilitasi promosi dan
pemasaran; dan perlindungan harga dan produk hewan dari luar negeri.
Karena pakan merupakan biaya produksi terbesar pada usaha
peternakan, sementara usaha peternakan umumnya bersifat land base, sedangkan
ketersediaan padang penggembalaan umum status hukumnya tidak jelas dan
keberadaannya semakin berkurang, maka usaha peternakan dikembangkan dengan pola
integrasi dengan budi daya tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, perikanan,
kehutanan, atau bidang lainnya yang terkait.
Lalu, penyelenggaraan peternakan dan kesehatan hewan
berasaskan kerakyatan dan keadilan, keterbukaan dan keterpaduan, kemandirian,
kemitraan, dan keprofesionalan, serta berkelanjutan untuk kesejahteraan
peternak dan masyarakat. Juga disebutkan bahwa penyelenggaraan peternakan dan
kesehatan hewan melibatkan negara dilaksanakan oleh Pemerintah, pemerintahan
daerah provinsi, atau pemerintahan daerah kabupaten/kota.
*****
Tidak ada komentar:
Posting Komentar