11 Oktober 2011 -
Ratusan petani kentang di
Pegunungan Dieng berdemonstrasi di gerbang Kompleks Parlemen. Dalam aksinya,
demonstran menyuarakan sejumlah tuntutan. Pertama, menuntut agar pemerintah dan
DPR menghentikan impor kentang dari Cina dan Bangladesh. Kedua, meminta Menteri
Pertanian agar memastikan ketersediaan benih kentang lokal berkualitas dan
melakukan pendampingan dan pendidikan terus menerus kepada petani.
Ketiga, meminta DPR mendesak
Menteri Perdagangan mengeluarkan kebijakan larangan impor. Keempat, Presiden
harus memenuhi 16 tuntutan petani pada Hari Tani Nasional pada 24 September
lalu, salah satunya segera mengesahkan PP tentang Reforma Agraria yang
memastikan tanah untuk petani kecil.
Petani menuntut untuk
dihentikannya impor kentang dari Cina dan Bangladesh. Penyebabnya adalah karena
tidak adanya aturan tata niaga kentang. Ini merupakan penyimpangan UU
Hortikultura yang mengatur masalah usaha distribusi, perdagangan dan pemasaran
(Pasal 72 - 75). Kata media, Menko
dam Mentan kesal,
karena merasa kebijakan
impor kentang merupakan keputusan sepihak dari Mendag.
14 Oktober 2011 -
Mendag dinilai melanggar UU Hortikultura. Sudah setahun UU
Hortikultura disahkan, tapi produk kentang belum memiliki tata niaga. Kementerian
Perdagangan belum membuat tata niaga produk pertanian seperti hortikultura, padahal perlu untuk
mengendalikan membanjirnya impor kentang dari Cina dan Bangladesh ke
Indonesia.
19 Juni 2012 -
Dikeluarkan Permentan No 15 dan 16 Tahun 2012 yang diterapkan mulai 19 Juni 2012. Aturan ini hanya memperbolehkan impor hortikultura
melalui empat pintu yaitu Bandara Soekarno Hatta, Pelabuhan Tanjung Perak
Surabaya, Pelabuhan Belawan Medan, dan Pelabuhan Makassar. Ini menyebabkan
harga-harag pada melonjak.
Dalam rangka mendorong ketahanan
pangan khususnya terkait dengan komoditas
hortikultura, pemerintah terus
berupaya untuk mencapai kemandirian produksi hortikultura
dalam negeri. Untuk ini pemerintah mengeluarkan kebijakan untuk membatasi impor hortikultura melalui Permentan Nomor 15 dan
16 Tahun 2012 . Dengan aturan ini hanya
memperbolehkan impor hortikultura melalui empat pintu yaitu Bandara Soekarno
Hatta, Pelabuhan Tanjung Perak Surabaya, Pelabuhan Belawan Medan, dan Pelabuhan
Makassar.
Januari
2013 -
Pemerintah mengeluarkan kebijakan untuk menghentikan
sementara impor 13 jenis hortikultura dan daging sapi mulai Januari 2013. Untuk
hortikultura diberlakukan hingga enam bulan ke depan dan untuk daging sapi
selama satu tahun ke depan. Alasan
pemerintah adalah
demi mengutamakan produk hasil petani
dan peternak dalam negeri juga untuk menekan defisit neraca
perdagangan.
Dampaknya apa? Melambungnya harga sayuran dan buah-buahan sejak pembatasan impor tersebut.
Artinya, pengetatan impor belum diimbangi penguatan kapasitas
produksi
domestik.
22 April 2013 -
Pemerintah menerbitkan Peraturan Menteri Perdagangan
Nomor 16 Tahun 2013 tentang Ketentuan Impor Produk Hortikultura yang terbit 22
April. Peraturan ini merupakan revisi dari peraturan yang sama nomor 60 tahun
2012. Dalam
aturan baru ini,
ada 18 jenis produk hortikultura yang impornya tidak lagi dibatasi dengan
kuota, di antaranya bawang putih, bawang putih bubuk, cabai bubuk, kubis, bunga
krisan, bunga heliconia,
bunga anggrek, dan beberapa produk hortikultura olahan.
Peraturan baru tersebut juga mengatur beberapa
hal yang harus dipenuhi importir. Setiap impor produk hortikultura hanya dapat
dilakukan oleh importir produsen (IP) dan importir terdaftar (IT) produk
hortikultura. Kemudian, setiap persetujuan impor produk hortikultura harus
mendapat rekomendasi impor produk hortikultura (RIPH) dari Kementerian
Pertanian.
Menurut satu pihak, lonjakan
harga bawang putih dan cabai bukan karena langkanya pasokan,
namun karena distorsi dalam sistem. Revisi ini seperti nya mengakomodasi protes Amerika Serikat yang mengadu ke
WTO karena aturan impor kita yang ketat.
25 April 2013 -
Menghadapi harga yang tinggi,
pemerintah berniat merevisi larangan di atas. Namun, Dewan Hortikultura
Nasional (DHN) menolaknya. DHN menilai revisi kebijakan impor hortikultura
berbahaya karena sama saja membiarkan produk impor mudah masuk ke dalam negeri.
Aturan impor hortikultura segera
direvisi. Yakni Permendag Nomor 16 Tahun 2013 tentang Ketentuan Impor Produk
Hortikultura tanggal 22 April 2013. Peraturan ini merupakan revisi dari
peraturan yang sama nomor 60 tahun 2012. Revisi dadakan ini berbahaya karena
sama saja membiarkan produk impor mudah masuk ke dalam negeri.
Dalam aturan yang baru, ada 18 jenis
produk hortikultura yang impornya tidak lagi dibatasi dengan kuota, di
antaranya bawang putih, bawang putih bubuk, cabai bubuk, kubis, bunga krisan,
bunga heliconia, bunga anggrek, dan beberapa produk hortikultura
olahan. Setiap impor produk hortikultura hanya dapat dilakukan oleh importir
produsen (IP) dan importir terdaftar (IT) produk hortikultura. Dan, setiap
persetujuan impor harus mendapat Rekomendasi Impor Produk Hortikultura (RIPH)
dari Kementerian Pertanian.
Langkah ini diambil akibat melonjaknya harga beberapa komoditas hortikultura. Padahal
katanya, melonjaknya harga bawang putih dan cabai semata karena distorsi dalam
sistem. Penyebab kedua, adalah mengakomodasi protes Amerika yang mengadu ke WTO
karena aturan impor kita yang ketat.
1 Juli 2013 –
Dengan dalih untuk menjaga stabilitas
harga sekaligus meredam dampak kenaikan BBM, pemerintah membuka pintu impor
untuk 13 produk hortikultura melalui Surat Persetujuan Impor untuk semester II
tahun 2013. Total impor ke 13 produk hortikultura tersebut sebanyak 260.064
ton. Impor hortikultura terus meningkat, dan neraca perdagangan hortikutura
Indonesia terus negatif.
30 Agustus 2013 -
Keluar Permendag No. 47-2013 tentang
Revisi Permendag No. 16-2013 tentang Ketentuan Impor Produk Hortikultura pada
tanggal 30 Agustus 2013. Permendag No. 47-2013 ini dikuatirkan berpotensi
tergelincir ke dalam liberalisasi impor. Ada yang menilai: skor 1 untuk Kemendag
dan skor 0 untuk Kementan.
Sesuai Permentan No. 86 tahun 2013,
Kementan hanya berwenang merekomendasikan kepada Kemendag untuk tidak melakukan
impor sebelum panen raya, panen raya dan sesudah panen raya (Pasal 5). Pasal 7:
soal jumlah impor produk hortikultura ada di tangan Kemendag secara absolut.
Lalu, saat Permentan No.
47-2013 tentang Rekomendasi Impor Hortikultura (RIPH) baru berjalan 4 bulan,
tiba-tiba diubah menjadi Permentan No. 86-2013 tentang Rekomendasi Impor
Hortikultura (RIPH).
22 Oktober 2013 -
Permendag No. 47/M-Dag/Per/8/2013
tentang Revisi Permendag No. 16/M-Dag/Per/4/2013 tentang Ketentuan Impor Produk
Hortikultura pada tanggal 30 Agustus 2013. Sementara itu untuk 36 produk
hortikultura lainnya dapat diimpor sebanyak-banyaknya selama importir dapat
merealisasi 80% dari izin yang diberikan pemerintah.
Permendag No. 47 tahun 2013
memberikan ruang yang sangat besar kepada Kementerian Perdagangan untuk
melakukan upaya impor bahkan berpotensi tergelincir kedalam liberalisasi impor,
karena kewenangan Kementerian Pertanian dipangkas. Kementerian Pertanian sesuai
Permentan No. 86 tahun 2013 hanya berwenang merekomendasikan kepada Kemdag
untuk tidak melakukan impor sebelum panen raya, panen raya dan sesudah panen
raya (Pasal 5). Rekomendasi Kemtan lainnya adalah terkait keamanan pangan
(pasal 7) sedangkan jumlah impor produk hortikultura ada di tangan Kemdag
secara absolut.
Kewenangan Kementan dipangkas dalam
memberikan rekomendasi volume impor hortikultura. Hal ini berpotensi dapat
merugikan petani lokal.
Berdasarkan poin-poin pertimbangan
yang sudah disebutkan diatas Asosiasi Hortikultura Nasional (AHN) ber pandangan
bahwa liberalisasi impor produk hortikultura diproyeksikan dapat merugikan
petani lokal. Indonesia berpotensi menjadi tempat pembuangan sisa hasil
produksi pertanian negara-negara lain. Ketika panen raya berlangsung di luar
negeri dan Indonesia tidak sedang panen raya, maka impor hortikultura dapat
masuk sebebas-bebasnya ke pasar lokal. Mwnurut AHN, dibukanya kran impor
sedemikian besar belum tentu menguntungkan importir. Derasnya impor justru
dapat menyebabkan kompetisi yang tidak sehat, karena adanya kebutuhan
eksportir untuk membuang kelebihan produksi dari negara asal.
AHN meminta kepada pemerintah agar
benar-benar memperhitungkan kebutuhan nasional dalam hal pemberian impor kepada
swasta. Pemberian ijin impor berdasarkan pertimbangan kebutuhan nasional
diharapkan tidak membuat produk-produk hortikultura impor berlimpah di
Indonesia. Berlimpahnya produk hortikultura impor merusak pasar lokal dan
membuat petani jera untuk menanam produk hortikultura.
*****
Tidak ada komentar:
Posting Komentar