Hortindo
bersama 3 orang petani mengajukan permohonan judicial
review kepada Mahkamah Konstitusi. Ketiga petani itu adalah ketua
kelompok tani asal Pandeglang, Pandeglang, dan Majalengka. Para
pemohon meminta agar Mahkamah Konstitusi dapat memberikan penafsiran
konstitusional terhadap pengaturan mengenai penanaman modal asing untuk
menghindari kerugian pada perekonomian nasional.
Pasal yang dimintakan untuk diuji dalam permohonan tersebut adalah Pasal 100
ayat 3 dan Pasal 131 ayat 2 dari UU Hortikultura. Posisi mereka menolak pembatasan 30% dalam
kedua pasal tersebut.
Menurut pemohon, kedua pasal ini berniat baik untuk memajukan pelaku usaha hortikultura lokal, namun
terdapat permasalahan mendasar yang tidak disadari pembuat UU yakni
menyamaratakan seluruh industri hortikultura untuk tunduk dan terikat pada
pembatasan modal tersebut. Jika pemodal asing hengkang, mereka kuatir tidak bisa mendapatkan benih unggul.
18 Maret 2014 -
Berlangsung sidang pendahuluan uji materiil di Mahkamah
Konstitusi. Sidang ini memenuhi tuntutan sejumlah petani sayuran dari Jawa Barat dan Banten
bersama Asosiasi Perusahaan Perbenihan Hortikultura Indonesia mengajukan uji
materi UU No. 13 tahun 2010 tentang Hortikultura khususnya pasal mengenai
pembatasan investasi di sektor perbenihan hortikultura.
Undang-undang
Hortikultura (Pasal 100 ayat 3) menyebutkan perusahaan multinasional hanya
boleh menanamkan investasi maksimal 30 persen di usaha hortikultura termasuk di
dalamnya sektor perbenihan. Aturan
ini bahkan diberlakukan surut terhadap perusahaan-perusahaan perbenihan yang
telah menanamkan investasinya dan menghasilkan ratusan varietas benih sayuran
hibrida berkualitas di Indonesia (Pasal 131 ayat 2).
Pemberlakuan UU itu membuat
petani kesulitan mendapat benih bagus, misalnya benih hibrida.Petani
lainmengatakan pemberlakuan ketentuan tersebut mengancam kerjasamanya dengan
perusahaan perbenihan. Kalau
perusahaan benih tutup, maka potensi pendapatan besar dari memproduksi benih
jadi hilang. Menurut Asosiasi Perusahaan Perbenihan Hortikultura Indonesia
(Hortindo), ada lebih dari 50 ribu petani yang terlibat kerja sama dengan
mereka.
Akibat pembatasan investasi tersebut, sudah ada perusahaan multinasional yang menutup usahanya di Indonesia dan pindah ke negara lain.
4 April 2014
Akibat pembatasan investasi tersebut, sudah ada perusahaan multinasional yang menutup usahanya di Indonesia dan pindah ke negara lain.
4 April 2014
Hortindo
dan petani ajukan Judicial Review UU. Pasar hortikultura nasional, terutama sayuran senilai Rp70 triliun
berpotensi dikuasai oleh komoditas impor terutama dari Thailand, Vietnam, dan
Malaysia sebagai dampak dari hengkangnya sejumlah perusahaan perbenihan dari
Indonesia. Ketua Umum Asosiasi Produsen Perbenihan Hortikultura Indonesia
(Hortindo) menjelaskan masuknya komoditas hortikultura impor dan hengkangnya
produsen benih itu akibat penerapan UU No.13 tentang Hortikultura.
Pasar hortikultura, terutama sayuran nasional senilai Rp100 triliun sekitar 70%
dikuasai 16 produsen benih sayur nasional anggota Hortindo. Jika mereka
hengkang, komoditas impor yang mengisi pasar Indonesia.
Kebutuhan benih hortikultura nasional sekitar 13 ton per tahun. Akibat
penerapan UU ini, dua perusahaan telah hengkang pada 2012, lima perusahaan
memperjuangkan revisi UU, dua perusahaan wait and see, dan sisanya belum
menjual sahamnya kepada perusahaan lokal.
8 April 2014 -
UU
Hortikultura digugat ke MK, padahla
menurut Kementan UU Hortikultura telah berdampak positif.
Sejumlah asosiasi yang tergabung dalam
Koalisi Kedaulatan Petani Pemulia Tanaman Indonesia mengajukan permohonan ke MK
terkait sidang uji materi UU Hortikultura. Pasal yang diminta untuk uji
materi adalah pasal 100 ayat 3 dan pasal 131 ayat 2 dari UU Holtikultura. Pasal 100 ayat 3 membatasi besarnya
penanaman modal asing pada usaha hortikultura paling banyak 30%. Sedangkan
pasal 131 ayat 2 mewajibkan penanam modal asing yang sudah melakukan penanaman
modal dan mendapatkan ijin usaha wajib memenuhi ketentuan pasal 100 ayat 2,
ayat 3, ayat 4 dan ayat 5 dalam jangka waktu 4 tahun sesudah UU Holtikultura
berlaku.
Namun menurut
Kementan, UU hortikultura
selama ini
memiliki dampak positif. Pertumbuhan
hortikultura naik di atas 5% setiap tahun. Tambahan lagi, angka maksimal
pemodalan asing 30% sudah
pas dengan hitungan bisnis. Dengan membatasi modal asing, petani akan diuntungkan karena
perusahaan lokal benih bisa berkembang. Beberapa perusahaan
lokal yang memiliki modal lebih dari Rp 50 milyar di antaranya Agrimakmur Pertiwi,
Benih citra asia, Aditya sentana agro, dan Tunas Agro Persada.
10 April 2014.
UU hortikultura dinilai ganggu iklim investasi perbenihan. Pengusaha benih hortikultura tetap menolak pembatasan investasi asing di
subsektor hortikultura maksimal 30% seperti diatur dalam UU Hortikultura,
apalagi kebijakan tersebut berlaku surut.
Menurut pengusaha, UU ini telah menghambat investasi karena sifatnya berlaku surut. Pihak
Asing yang sudah melakukan investasi ke bisnis benih selama 10 tahun lebih
tanpa ada batasan kepemilikan, tapi sekarang dibatasi hingga maksimal 30%. Sejak UU itu
diberlakukan pada 2010, belum ada satupun perusahaan benih hortikultura yang
berstatus Penanaman Modal Asing (PMA) yang menjual sahamnya hingga tersisa 30%.
Sebab, memang tidak ada satupun PMA yang setuju dengan kebijakan tersebut.
Secara umum, UU diberlakukan tidak berlaku surut untuk menciptakan kepastian
investasi, namun lain halnya dengan UU Hortikultura. Belum ada yang
menjalankannya, bahkan
sudah ada dua perusahaan asing yang menarik diri
dari Indonesia.
19 Agustus 2014 -
Asosiasi hortikultura tetap tolak uji materi UU Hortikultura. Uji materi Undang-undang nomor 13
tahun 2010 tentang Hortikultura masih terus berlanjut. Sejumlah asosiasi yang
bergerak di bidang hortikultura masih melakukan perlawanan dengan menolak uji
materi tersebut. Ketua Umum Asosiasi Bank Benih
Tani Indonesia (AB2TI), memandang bahwa uji materi yang dilakukan terhadap UU
Hortikultura, khususnya yang terkait dengan pembatasan penanaman modal asing
paling banyak 30 persen dirasa tidak perlu. Hal ini mengingat area penguasaan
pasar benih perusahaan asing di Indonesia cukup besar.
Hingga saat ini penguasaan perusahaan
asing terhadap pasar benih tanaman pokok dan holtikultura di Indonesia sudah
mencapai 90%. Pasar tersebut dikuasai oleh West-East Seed, Monsanto, DuPont,
Syngenta, dan Bayer. Pembatasan
investasi asing di sektor perbenihan hortikultura yang maksimal hanya 30 persen
saja itu sudah merugikan usaha para petani sayuran dari Jawa Barat dan Banten.
Mereka merasa kebebasan untuk mendapatkan benih hibrida berkualitas menjadi
terancam.
Asosiasi hortikultura tetap tolak uji materi UU Hortikultura. Uji materi Undang-undang nomor 13 tahun 2010 tentang Hortikultura masih
terus berlanjut. Sejumlah asosiasi menolak uji materi tersebut. Menurut Asosiasi Bank Benih Tani Indonesia (AB2TI), uji materi yang
dilakukan terhadap UU Hortikultura, khususnya yang terkait dengan pembatasan
penanaman modal asing paling banyak 30 persen dirasa tidak perlu. Hal ini
mengingat area penguasaan pasar benih perusahaan asing di Indonesia cukup
besar. Menurut mereka, penguasaan perusahaan asing terhadap pasar benih tanaman
pokok dan holtikultura di Indonesia sudah mencapai 90%. Pasar tersebut dikuasai
oleh West-East Seed, Monsanto, DuPont, Syngenta, dan Bayer.
Batas maksimal investasi asing 30
persen ini pun sesungguhnya sudah merugikan. Para petani sayuran merasa
kebebasan untuk mendapatkan benih hibrida berkualitas menjadi terancam.
Sebelumnya, sejumlah asosiasi yang tergabung
dalam Koalisi Kedaulatan Petani Pemulia Tanaman Indonesia (KKPPTI) mengajukan
permohonan ke MK untuk menjadi pihak terkait dalam sidang uji materi UU No. 13
Tahun 2010 tentang Hortikultura yang dimohonkan oleh Asosiasi Produsen
Perbenihan Hortikultura. KKPPTI sendiri terdiri dari Asosiasi Bank Benih
Tani Indonesia (AP2TI), Aliansi Petani Indonesia (API), Serikat Petani
Indonesia (SPI), Field Indonesia, Koalisi Rakyat untuk Kedaulatan Pangan
(KRKP), organisasi Binadesa, Sadajiwa dan Sawit Watch.
Asosiasi Produsen Perbenihan
Hortikultura menerangkan bahwa pembatasan kepemilikan saham oleh investor asing
melalui pengalihan saham menjadi 30 persen tanpa mekanisme perusahaan yang
pasti, akan membuat investor asing berpikir ulang untuk melakukan investasi di
Indonesia. Hal ini pada praktiknya berpotensi merugikan hak-hak konstitusional
Pemohon, karena faktanya, Indonesia masih bergantung pada kemampuan riset serta
teknologi yang dimiliki investor asing.
Jadi,
yang pro pembatasan investasi
adalah: Kementan, Asosiasi
Bank Benih Tani Indonesia (AB2TI), Aliansi Petani Indonesia (API),
Serikat Petani Indonesia (SPI), Field Indonesia, Koalisi Rakyat untuk
Kedaulatan Pangan (KRKP), organisasi Binadesa, Sadajiwa dan Sawit Watch.
Yang menolak
pembatasan, alias ingin dilonggarkan adalah: Asosiasi Produsen Perbenihan
Hortikultura (Hortindo) bersama petani-petani
binaannya, dan BKPM.
7 Januari 2015 -
Serikat Petani Indonesia (SPI) menolak
rencana Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) untuk membentuk Perppu
terhadap UU Hortikultura berkenaan dengan pasal 100 tentang pembatasan kepemilikan
modal asing di industri benih hortikultura yang hanya 30%. Pasal 100 ini
dinilai telah
mengetatkan kebebasan gerak modal asing di sektor ini.
Namun, menurut SPI, pasal 100 ayat (3)
dan pasal 131 ayat (2) sudah seharusnya dipertahankan.
SPI yakin persediaan benih untuk petani
bisa terpenuhi tanpa adanya perusahaan asing. SPI kuatir Indonesia akan tergantung pada
korporasi asing dalam urusan benih. SPI menilai UU Hortikultura ini sudah sejalan
dengan hasil judicial review UU No 12 Tahun 1992 tentang Sistem
Budidaya Tanaman.
19 Maret 2015 -
Mahkamah
Konstitusi (MK) menggelar sidang putusan perkara pengujian UU tentang Hortikultura. Permohonan Nomor
20/PUU-XII/2014 ini diajukan oleh petani buah dan sayur serta Asosiasi Produsen
Perbenihan Hortikultura.
Dalam
putusan, majelis MK menyatakan permohonan ditolak seluruhnya karena tidak
beralasan menurut hukum. Hakim Konstitusi menegaskan bahwa pembedaan perlakuan
antar WNI dengan WNA dalam batas tertentu lazim dilakukan. Salah satunya dalam
pungutan pajak bagi WNI yang berbeda dengan jumlah besaran pungutan pajak bagi
WNA.
Putusan MK tentang UU Hortikultura bahwa modal asing tetap dibatasi. Sidang putusan Mahkamah Konstitusi terhadap pengujian UU Nomor 13 Tahun 2010 tentang Hortikultura, hakim MK
dengan tegas menolak seluruh gugatan yang diajukan oleh pemohon. Pemohon adalah Asosiasi Produsen Perbenihan
Hortikultura (APPH) dan beberapa individu petani.
Dalam bagian Penanaman Modal Pasal 100 ayat
(3) UU 13/2010 berbunyi “Besarnya
penanaman modal asing dibatasi paling banyak 30% (tiga puluh persen)”.
Pemohon berpendapat, perbedaan perlakuan antara Warga Negara Indonesia dengan
asing sebagai pembatasan terhadap Hak Asasi Manusia.
Namun mahkamah berpendapat, “adanya pembedaan perlakuan warga negara
sendiri dengan orang asing dalam batas-batas tertentu, adalah sesuatu yang
lazim. Contohnya dalam hal pajak. Pajak yang dipungut dari warga negara, dalam
hal tertentu, tidak sama dengan pajak yang dipungut dari warga negara asing.
Pembedaan demikian, kalaupun dikatakan sebagai pembatasan terhadap hak asasi
manusia merupakan pembatasan yang dibenarkan bukan saja dari perspektif UUD
1945 tetapi juga dari perspektif hukum internasional sepanjang pembatasan itu
dilakukan dengan Undang-Undang.”
Namun, SPI tidak setuju dengan
kepemilikan modal asing sebanyak 30%, karena menurut SPI petani Indonesia
memiliki kemampuan untuk memproduksi benihnya sendiri tanpa intervensi asing.
14 Sep 2015 -
Kementan Tolak Usulan BKPM
Soal Revisi UU Hortikultura. Sebelumnya, BKPM meminta ketentuan dalam UU
Hortikultuta yang membatasi kepemilikan asing hanya 30% di bidang usaha
hortikultura diubah. Alasannya, pembatasan itu membuat investor asing yang
sudah ada harus melakukan divestasi karena undang-undang ini berlaku surut.
Menurut BKPM, investor asing yang mau masuk pun banyak yang mengurungkan niatnya akibat pembatasan kepemilikan tersebut. Lalu, kewajiban melakukan divestasi membuat investor asing bingung, karena dulu aturannya tidak ada.
Bagi Kementan, pembatasan kepemilikan asing hanya 30% di bidang hortikultura sudah final. Ini sesuai keputusan judicial review MK tahun 2014.
Menurut BKPM, investor asing yang mau masuk pun banyak yang mengurungkan niatnya akibat pembatasan kepemilikan tersebut. Lalu, kewajiban melakukan divestasi membuat investor asing bingung, karena dulu aturannya tidak ada.
Bagi Kementan, pembatasan kepemilikan asing hanya 30% di bidang hortikultura sudah final. Ini sesuai keputusan judicial review MK tahun 2014.
3
Oktober 2015 -
Demi melindungi investasi asing, UU Hortikultura akan direvisi. Badan Koordinasi Penanaman Modal mengaku telah membahas usulan revisi atas UU Hortikultura bersama pemerintah. UU Hortikultuta yang membatasi kepemilikan asing hanya 30% di bidang usaha hortikultura, menurut BKPM, perlu diubah, karena membuat investor asing yang sudah ada, harus melakukan divestasi saham mengikuti aturan tersebut. Aturan ini membuat sejumlah investor asing mengurungkan niatnya berinvestasi. Kewajiban divestasi saham membuat investor asing bingung. Ketentuan itu membuat iklim investasi menjadi tidak pasti, sebab tidak ada pembatasan kepemilikan 30% ketika investor masuk bertahun-tahun yang lalu.
Menurut BKPM, pemerintah sepakat UU Hortikultura direvisi lagi. Revisi
atas UU Hortikultura akan dilakukan atas inisiatif pemerintah. Tujuannya
melindungi investasi asing yang sudah ada. Pemerintah
ingin melindungi investasi bagi PMA (Penanaman Modal Asing) yang sudah lebih
dari 30 persen.
Namun Kementan beda suara. Pembatasan kepemilikan asing maksimal 30% di bidang hortikultura sudah final bagi Kementan.
****
Namun Kementan beda suara. Pembatasan kepemilikan asing maksimal 30% di bidang hortikultura sudah final bagi Kementan.
****
Tidak ada komentar:
Posting Komentar