Sabtu, 21 Maret 2020

Kronologis Dinamika Implementasi UU Hortikultura (2014 – 2015)

17 Februari 2014 -

Hortindo bersama 3 orang petani mengajukan permohonan judicial review kepada Mahkamah Konstitusi. Ketiga petani itu adalah ketua kelompok tani asal Pandeglang, Pandeglang, dan Majalengka.   Para pemohon meminta agar Mahkamah Konstitusi dapat memberikan penafsiran konstitusional terhadap pengaturan mengenai penanaman modal asing untuk menghindari kerugian pada perekonomian nasional.
Pasal yang dimintakan untuk diuji dalam permohonan tersebut adalah Pasal 100 ayat 3 dan Pasal 131 ayat 2 dari UU Hortikultura.
Posisi mereka menolak pembatasan 30% dalam kedua pasal tersebut.
Menurut pemohon,  kedua pasal ini berniat baik untuk memajukan pelaku usaha hortikultura lokal, namun terdapat permasalahan mendasar yang tidak disadari pembuat UU yakni menyamaratakan seluruh industri hortikultura untuk tunduk dan terikat pada pembatasan modal tersebut. Jika pemodal asing hengkang, mereka kuatir tidak bisa mendapatkan benih unggul.

18 Maret 2014 -

Berlangsung sidang pendahuluan uji materiil di Mahkamah Konstitusi. Sidang ini memenuhi tuntutan sejumlah petani sayuran dari Jawa Barat dan Banten bersama Asosiasi Perusahaan Perbenihan Hortikultura Indonesia mengajukan uji materi UU No. 13 tahun 2010 tentang Hortikultura khususnya pasal mengenai pembatasan investasi di sektor perbenihan hortikultura.

Undang-undang Hortikultura (Pasal 100 ayat 3) menyebutkan perusahaan multinasional hanya boleh menanamkan investasi maksimal 30 persen di usaha hortikultura termasuk di dalamnya sektor perbenihan. Aturan ini bahkan diberlakukan surut terhadap perusahaan-perusahaan perbenihan yang telah menanamkan investasinya dan menghasilkan ratusan varietas benih sayuran hibrida berkualitas di Indonesia (Pasal 131 ayat 2).

Pemberlakuan UU itu membuat petani kesulitan mendapat benih bagus, misalnya benih hibrida.Petani lainmengatakan pemberlakuan ketentuan tersebut mengancam kerjasamanya dengan perusahaan perbenihan. Kalau perusahaan benih tutup, maka potensi pendapatan besar dari memproduksi benih jadi hilang. Menurut Asosiasi Perusahaan Perbenihan Hortikultura Indonesia (Hortindo), ada lebih dari 50 ribu petani yang terlibat kerja sama dengan mereka.
Akibat pembatasan investasi tersebut, sudah ada perusahaan multinasional yang menutup usahanya di Indonesia dan pindah ke negara lain
. 


4 April 2014

Hortindo dan petani ajukan Judicial Review UU. Pasar hortikultura nasional, terutama sayuran senilai Rp70 triliun berpotensi dikuasai oleh komoditas impor terutama dari Thailand, Vietnam, dan Malaysia sebagai dampak dari hengkangnya sejumlah perusahaan perbenihan dari Indonesia. Ketua Umum Asosiasi Produsen Perbenihan Hortikultura Indonesia (Hortindo) menjelaskan masuknya komoditas hortikultura impor dan hengkangnya produsen benih itu akibat penerapan UU No.13 tentang Hortikultura.
Pasar hortikultura, terutama sayuran nasional senilai Rp100 triliun sekitar 70% dikuasai 16 produsen benih sayur nasional anggota Hortindo. Jika mereka hengkang, komoditas impor yang mengisi pasar Indonesia.
Kebutuhan benih hortikultura nasional sekitar 13 ton per tahun. Akibat penerapan UU ini, dua perusahaan telah hengkang pada 2012, lima perusahaan memperjuangkan revisi UU, dua perusahaan wait and see, dan sisanya belum menjual sahamnya kepada perusahaan lokal.

8 April 2014 -

UU Hortikultura digugat ke MK, padahla menurut Kementan UU Hortikultura telah berdampak positif.

Sejumlah asosiasi yang tergabung dalam Koalisi Kedaulatan Petani Pemulia Tanaman Indonesia mengajukan permohonan ke MK terkait sidang uji materi UU Hortikultura. Pasal yang diminta untuk uji materi adalah pasal 100 ayat 3 dan pasal 131 ayat 2 dari UU Holtikultura. Pasal 100 ayat 3 membatasi besarnya penanaman modal asing pada usaha hortikultura paling banyak 30%. Sedangkan pasal 131 ayat 2 mewajibkan penanam modal asing yang sudah melakukan penanaman modal dan mendapatkan ijin usaha wajib memenuhi ketentuan pasal 100 ayat 2, ayat 3, ayat 4 dan ayat 5 dalam jangka waktu 4 tahun sesudah UU Holtikultura berlaku.
Namun menurut Kementan, UU hortikultura selama ini memiliki dampak positif. Pertumbuhan hortikultura naik di atas 5% setiap tahun. Tambahan lagi, angka maksimal pemodalan asing 30% sudah pas dengan hitungan bisnis. Dengan membatasi modal asing, petani akan diuntungkan karena perusahaan lokal benih bisa berkembang. Beberapa perusahaan lokal yang memiliki modal lebih dari Rp 50 milyar di antaranya Agrimakmur Pertiwi, Benih citra asia, Aditya sentana agro, dan Tunas Agro Persada.

10 April 2014.

UU hortikultura dinilai ganggu iklim investasi perbenihan. Pengusaha benih hortikultura tetap menolak pembatasan investasi asing di subsektor hortikultura maksimal 30% seperti diatur dalam UU Hortikultura, apalagi kebijakan tersebut berlaku surut.
Menurut pengusaha, UU ini telah menghambat investasi karena sifatnya berlaku surut. Pihak Asing yang sudah melakukan investasi ke bisnis benih selama 10 tahun lebih tanpa ada batasan kepemilikan, tapi sekarang dibatasi hingga maksimal 30%. Sejak UU itu diberlakukan pada 2010, belum ada satupun perusahaan benih hortikultura yang berstatus Penanaman Modal Asing (PMA) yang menjual sahamnya hingga tersisa 30%. Sebab, memang tidak ada satupun PMA yang setuju dengan kebijakan tersebut. Secara umum, UU diberlakukan tidak berlaku surut untuk menciptakan kepastian investasi, namun lain halnya dengan UU Hortikultura. Belum ada yang menjalankannya, bahkan sudah ada dua perusahaan asing yang menarik diri dari Indonesia.

19 Agustus 2014 -

Asosiasi hortikultura tetap tolak uji materi UU Hortikultura. Uji materi Undang-undang nomor 13 tahun 2010 tentang Hortikultura masih terus berlanjut. Sejumlah asosiasi yang bergerak di bidang hortikultura masih melakukan perlawanan dengan menolak uji materi tersebut. Ketua Umum Asosiasi Bank Benih Tani Indonesia (AB2TI), memandang bahwa uji materi yang dilakukan terhadap UU Hortikultura, khususnya yang terkait dengan pembatasan penanaman modal asing paling banyak 30 persen dirasa tidak perlu. Hal ini mengingat area penguasaan pasar benih perusahaan asing di Indonesia cukup besar.

Hingga saat ini penguasaan perusahaan asing terhadap pasar benih tanaman pokok dan holtikultura di Indonesia sudah mencapai 90%. Pasar tersebut dikuasai oleh West-East Seed, Monsanto, DuPont, Syngenta, dan Bayer. Pembatasan investasi asing di sektor perbenihan hortikultura yang maksimal hanya 30 persen saja itu sudah merugikan usaha para petani sayuran dari Jawa Barat dan Banten. Mereka merasa kebebasan untuk mendapatkan benih hibrida berkualitas menjadi terancam.

Asosiasi hortikultura tetap tolak uji materi UU Hortikultura. Uji materi Undang-undang nomor 13 tahun 2010 tentang Hortikultura masih terus berlanjut. Sejumlah asosiasi menolak uji materi tersebut. Menurut Asosiasi Bank Benih Tani Indonesia (AB2TI), uji materi yang dilakukan terhadap UU Hortikultura, khususnya yang terkait dengan pembatasan penanaman modal asing paling banyak 30 persen dirasa tidak perlu. Hal ini mengingat area penguasaan pasar benih perusahaan asing di Indonesia cukup besar. Menurut mereka, penguasaan perusahaan asing terhadap pasar benih tanaman pokok dan holtikultura di Indonesia sudah mencapai 90%. Pasar tersebut dikuasai oleh West-East Seed, Monsanto, DuPont, Syngenta, dan Bayer.

Batas maksimal investasi asing 30 persen ini pun sesungguhnya sudah merugikan. Para petani sayuran merasa kebebasan untuk mendapatkan benih hibrida berkualitas menjadi terancam.

Sebelumnya, sejumlah asosiasi yang tergabung dalam Koalisi Kedaulatan Petani Pemulia Tanaman Indonesia (KKPPTI) mengajukan permohonan ke MK untuk menjadi pihak terkait dalam sidang uji materi UU No. 13 Tahun 2010 tentang Hortikultura yang dimohonkan oleh Asosiasi Produsen Perbenihan Hortikultura. KKPPTI sendiri terdiri dari Asosiasi Bank Benih Tani Indonesia (AP2TI), Aliansi Petani Indonesia (API), Serikat Petani Indonesia (SPI), Field Indonesia, Koalisi Rakyat untuk Kedaulatan Pangan (KRKP), organisasi Binadesa, Sadajiwa dan Sawit Watch.
Asosiasi Produsen Perbenihan Hortikultura menerangkan bahwa pembatasan kepemilikan saham oleh investor asing melalui pengalihan saham menjadi 30 persen tanpa mekanisme perusahaan yang pasti, akan membuat investor asing berpikir ulang untuk melakukan investasi di Indonesia. Hal ini pada praktiknya berpotensi merugikan hak-hak konstitusional Pemohon, karena faktanya, Indonesia masih bergantung pada kemampuan riset serta teknologi yang dimiliki investor asing.

Jadi, yang pro pembatasan investasi adalah: Kementan,  Asosiasi Bank Benih Tani Indonesia (AB2TI), Aliansi Petani Indonesia (API), Serikat Petani Indonesia (SPI), Field Indonesia, Koalisi Rakyat untuk Kedaulatan Pangan (KRKP), organisasi Binadesa, Sadajiwa dan Sawit Watch.
Yang menolak pembatasan, alias ingin dilonggarkan adalah: Asosiasi Produsen Perbenihan Hortikultura (Hortindo) bersama petani-petani binaannya, dan BKPM.

7 Januari 2015 - 

Serikat Petani Indonesia (SPI) menolak rencana Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) untuk membentuk Perppu terhadap UU Hortikultura berkenaan dengan pasal 100 tentang pembatasan kepemilikan modal asing di industri benih hortikultura yang hanya 30%. Pasal 100 ini dinilai telah mengetatkan kebebasan gerak modal asing di sektor ini.
Namun, menurut SPI, pasal 100 ayat (3) dan pasal 131 ayat (2) sudah seharusnya dipertahankan. SPI  yakin persediaan benih untuk petani bisa terpenuhi tanpa adanya perusahaan asing. SPI kuatir Indonesia akan tergantung pada korporasi asing dalam urusan benih. SPI menilai UU Hortikultura ini sudah sejalan dengan hasil judicial review UU No 12 Tahun 1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman.

19 Maret 2015 -

Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar sidang putusan perkara pengujian UU tentang Hortikultura. Permohonan Nomor 20/PUU-XII/2014 ini diajukan oleh petani buah dan sayur serta Asosiasi Produsen Perbenihan Hortikultura.
Dalam putusan, majelis MK menyatakan permohonan ditolak seluruhnya karena tidak beralasan menurut hukum. Hakim Konstitusi menegaskan bahwa pembedaan perlakuan antar WNI dengan WNA dalam batas tertentu lazim dilakukan. Salah satunya dalam pungutan pajak bagi WNI yang berbeda dengan jumlah besaran pungutan pajak bagi WNA.

Putusan MK tentang UU Hortikultura bahwa modal asing tetap dibatasi. Sidang putusan Mahkamah Konstitusi terhadap pengujian UU Nomor 13 Tahun 2010 tentang Hortikultura, hakim MK dengan tegas menolak seluruh gugatan yang diajukan oleh pemohon.  Pemohon adalah Asosiasi Produsen Perbenihan Hortikultura (APPH) dan beberapa individu petani.

Dalam bagian Penanaman Modal Pasal 100 ayat (3) UU 13/2010 berbunyi “Besarnya penanaman modal asing dibatasi paling banyak 30% (tiga puluh persen)”. Pemohon berpendapat, perbedaan perlakuan antara Warga Negara Indonesia dengan asing sebagai pembatasan terhadap Hak Asasi Manusia.
Namun mahkamah berpendapat, “adanya pembedaan perlakuan warga negara sendiri dengan orang asing dalam batas-batas tertentu, adalah sesuatu yang lazim. Contohnya dalam hal pajak. Pajak yang dipungut dari warga negara, dalam hal tertentu, tidak sama dengan pajak yang dipungut dari warga negara asing. Pembedaan demikian, kalaupun dikatakan sebagai pembatasan terhadap hak asasi manusia merupakan pembatasan yang dibenarkan bukan saja dari perspektif UUD 1945 tetapi juga dari perspektif hukum internasional sepanjang pembatasan itu dilakukan dengan Undang-Undang.”
Namun, SPI tidak setuju dengan kepemilikan modal asing sebanyak 30%, karena menurut SPI petani Indonesia memiliki kemampuan untuk memproduksi benihnya sendiri tanpa intervensi asing.

14 Sep 2015 -

Kementan Tolak Usulan BKPM Soal Revisi UU Hortikultura. Sebelumnya, BKPM meminta ketentuan dalam UU Hortikultuta yang membatasi kepemilikan asing hanya 30% di bidang usaha hortikultura diubah. Alasannya, pembatasan itu membuat investor asing yang sudah ada harus melakukan divestasi karena undang-undang ini berlaku surut.
Menurut BKPM, investor asing yang mau masuk pun banyak yang mengurungkan niatnya akibat pembatasan kepemilikan tersebut. Lalu, kewajiban melakukan divestasi membuat investor asing bingung, karena dulu aturannya tidak ada.
Bagi Kementan, pembatasan kepemilikan asing hanya 30% di bidang hortikultura sudah final. Ini sesuai keputusan judicial review MK tahun 2014.


3 Oktober 2015 -

Demi melindungi investasi asing, UU Hortikultura akan direvisiBadan Koordinasi Penanaman Modal mengaku telah membahas usulan revisi atas UU Hortikultura bersama pemerintah. UU Hortikultuta yang membatasi kepemilikan asing hanya 30% di bidang usaha hortikultura, menurut BKPM, perlu diubah, karena membuat investor asing yang sudah ada, harus melakukan divestasi saham mengikuti aturan tersebut. Aturan ini membuat sejumlah investor asing mengurungkan niatnya berinvestasi. Kewajiban divestasi saham membuat investor asing bingung. Ketentuan itu membuat iklim investasi menjadi tidak pasti, sebab tidak ada pembatasan kepemilikan 30% ketika investor masuk bertahun-tahun yang lalu.

Menurut BKPM, pemerintah sepakat UU Hortikultura direvisi lagi. Revisi atas UU Hortikultura akan dilakukan atas inisiatif pemerintah. Tujuannya melindungi investasi asing yang sudah ada. Pemerintah ingin melindungi investasi bagi PMA (Penanaman Modal Asing) yang sudah lebih dari 30 persen.
Namun
Kementan beda suara. Pembatasan kepemilikan asing maksimal 30% di bidang hortikultura sudah final bagi Kementan. 


****

Tidak ada komentar:

Posting Komentar